Saturday, August 10, 2024

3.1.j.1. Blog Rangkuman Koneksi Antar Materi - Modul 3.1

 

Rangkuman Koneksi Antar Materi

Doc: Calon Guru Penggerak Kelas 59 Angkatan 10 Kab.Siak-Riau Bersama Pengajar Praktik 

Setelah beberapa bulan menjalani program Pendidikan guru penggerak,  telah sampai pada pembelajaran modul 3.1 terkait pengambilan keputusan berbasis nilai- nilai  kebajikan  sebagai pimpinan. Beberapa kesimpulan dapat Saya uraikan pada paparan dibawah ini.

Buadanani, M.Pd
Filosofi Ki Hajar Dewantara, terutama melalui konsep Pratap Triloka—"Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani"mempengaruhi penerapan pengambilan keputusan seorang pemimpin dengan menekankan pentingnya keteladanan di depan, dorongan semangat di tengah, dan dukungan dari belakang. Seorang pemimpin yang bijak akan mempertimbangkan ketiga aspek ini dalam setiap keputusan, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil memberikan contoh yang baik, memotivasi, dan memberdayakan orang lain, sehingga keputusan tersebut dapat diterima dan diimplementasikan dengan efektif.

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita membentuk dasar prinsip-prinsip yang kita gunakan dalam pengambilan keputusan, karena nilai-nilai tersebut mempengaruhi cara kita menilai situasi, menentukan prioritas, dan memilih tindakan yang dianggap paling benar dan sesuai dengan keyakinan pribadi. Jika dihubungkan dengan profesi sebagai guru, maka Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan rasa peduli, secara langsung mempengaruhi cara kita dalam mengambil keputusan. Ketika dihadapkan pada pilihan atau dilema, nilai-nilai ini menjadi panduan yang tak terlihat namun kuat, menentukan bagaimana kita menilai situasi yang ada. Misalnya, jika nilai kejujuran sangat penting bagi kita, maka kita akan cenderung mengambil keputusan yang transparan dan jujur, meskipun mungkin sulit atau tidak populer. Jika tanggung jawab adalah nilai yang kita pegang teguh, kita akan lebih cenderung memilih tindakan yang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap murid dan komunitas sekolah.

Nilai-nilai ini juga membantu kita menetapkan prioritas. Ketika menghadapi berbagai tuntutan dalam pendidikan, nilai-nilai yang kita anut akan membantu kita menentukan mana yang paling penting untuk diperhatikan terlebih dahulu. Misalnya, jika kita sangat menghargai inklusi, maka kita akan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil mendukung keterlibatan semua murid, tanpa memandang latar belakang mereka.

Pada akhirnya, nilai-nilai ini mendorong kita untuk memilih tindakan yang dianggap paling benar dan sesuai dengan keyakinan pribadi kita sebagai pendidik. Mereka memastikan bahwa keputusan yang kita ambil tidak hanya efektif, tetapi juga selaras dengan siapa kita dan apa yang kita yakini sebagai hal yang terbaik bagi murid dan komunitas sekolah kita.

 

Materi pengambilan keputusan berkaitan erat dengan kegiatan coaching yang diberikan oleh pendamping atau fasilitator dalam proses pembelajaran, terutama dalam menguji efektivitas keputusan yang telah diambil. Coaching membantu kita merefleksikan keputusan tersebut, mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, dan menjawab pertanyaan atau keraguan yang masih ada. Dengan coaching, kita bisa memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar efektif dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan, terutama ketika menghadapi dilema etika. Dengan pengelolaan emosi yang baik, guru dapat mempertahankan ketenangan dan kejernihan berpikir, yang memungkinkan mereka untuk bersikap objektif dan bijaksana dalam menilai situasi. Hal ini memberi mereka kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai perspektif secara adil sebelum mengambil keputusan yang tidak hanya sesuai dengan prinsip moral, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi semua pihak yang terlibat.

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika secara alami akan kembali kepada nilai-nilai yang dianut oleh seorang pendidik, karena nilai-nilai tersebut membentuk dasar pemikiran dan panduan tindakan dalam menghadapi situasi yang kompleks. Dalam proses menganalisis studi kasus, pendidik akan secara otomatis merujuk pada prinsip-prinsip yang mereka yakini untuk menilai benar atau salah, baik atau buruk, serta untuk menentukan langkah yang paling tepat. Hal ini tidak hanya memengaruhi keputusan yang diambil, tetapi juga cara mereka menyampaikan pemikiran dan mengkomunikasikan pilihan kepada orang lain, memastikan bahwa keputusan tersebut sejalan dengan keyakinan moral pribadi dan profesional yang mereka pegang teguh.

Pengambilan keputusan yang tepat berdampak signifikan pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman, karena keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan yang matang serta pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan dan dinamika di lingkungan tersebut. Ketika seorang pemimpin atau pendidik membuat keputusan yang bijaksana, mempertimbangkan berbagai perspektif, dan memprioritaskan kesejahteraan semua pihak yang terlibat, mereka secara langsung berkontribusi pada pembentukan suasana yang harmonis dan saling mendukung. Lingkungan ini memungkinkan semua individu, baik guru maupun murid, untuk merasa dihargai, terlindungi, dan termotivasi untuk mencapai potensi terbaik mereka, yang pada gilirannya meningkatkan efektivitas proses pembelajaran dan kesejahteraan komunitas secara keseluruhan.

Tantangan-tantangan yang ada di lingkungan saya dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika sering kali terkait dengan resistensi terhadap perubahan, perbedaan nilai dan pandangan, serta keterbatasan komunikasi yang terbuka dan transparan. Perubahan paradigma di lingkungan saya, seperti pergeseran dari pendekatan tradisional ke pendekatan yang lebih kolaboratif dan partisipatif, turut menambah kompleksitas dalam pengambilan keputusan. Transisi ini memerlukan penyesuaian sikap dan pemahaman dari semua pihak, serta kesediaan untuk meninggalkan kebiasaan lama yang mungkin tidak lagi relevan. Akibatnya, tantangan ini dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan, karena berbagai kepentingan dan perspektif perlu dipertimbangkan, sementara di saat yang sama, lingkungan harus dikelola agar tetap mendukung perubahan yang diinginkan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip etika yang mendasarinya.

Pengambilan keputusan yang kita ambil memiliki pengaruh besar terhadap pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita, karena keputusan tersebut menentukan bagaimana kita menyesuaikan metode, materi, dan pendekatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan individual mereka. Dalam menentukan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid yang berbeda-beda, kita harus mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan masing-masing murid, serta menyediakan berbagai strategi dan alat yang memungkinkan mereka untuk belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan mereka sendiri. Dengan mengadaptasi pengajaran untuk mendukung berbagai potensi dan kebutuhan murid, kita menciptakan lingkungan yang inklusif dan memberdayakan, yang tidak hanya membantu murid mencapai kemampuan maksimal mereka tetapi juga memberi mereka rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas proses pembelajaran mereka sendiri.

Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya secara signifikan, karena keputusan yang diambil berpengaruh langsung pada kualitas pendidikan, pengalaman belajar, dan peluang yang tersedia bagi murid. Keputusan yang bijaksana dan terencana, seperti pemilihan kurikulum yang relevan, metode pengajaran yang efektif, dan dukungan yang tepat, dapat mengoptimalkan potensi murid, mempersiapkan mereka untuk sukses di masa depan, dan memberikan mereka keterampilan serta pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan hidup. Sebaliknya, keputusan yang kurang tepat atau tidak mempertimbangkan kebutuhan individu murid dapat membatasi kesempatan mereka, menghambat perkembangan mereka, dan berdampak negatif pada kepercayaan diri serta motivasi mereka untuk belajar. Dengan demikian, pemimpin pembelajaran memainkan peran krusial dalam menentukan arah dan kualitas pendidikan yang diterima oleh murid, yang akan mempengaruhi masa depan mereka secara keseluruhan.

Kesimpulan akhir dari pembelajaran modul materi ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang efektif dalam konteks pendidikan sangat bergantung pada pemahaman mendalam tentang nilai-nilai, prinsip-prinsip etika, dan kebutuhan individu murid, serta kemampuan untuk mengelola aspek sosial emosional. Keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya terletak pada integrasi konsep-konsep seperti pendekatan berbasis nilai-nilai kebajikan, pengelolaan dilemmas etika, dan penyesuaian pengajaran untuk memerdekakan murid. Modul-modul sebelumnya telah membekali kita dengan pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar pengambilan keputusan, teknik-teknik coaching, dan strategi untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif, yang semuanya mendukung implementasi keputusan yang bijaksana dan adil. Dengan demikian, pembelajaran modul ini memperkuat pentingnya menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara holistik untuk mencapai hasil yang optimal dalam pendidikan dan mempengaruhi masa depan murid secara positif.

Pemahaman saya tentang konsep-konsep yang telah dipelajari di modul ini, seperti dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan serta pengujian keputusan, menunjukkan bahwa setiap elemen saling terkait dan berperan penting dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks. Konsep dilema etika dan bujukan moral memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana konflik nilai dan tekanan dapat mempengaruhi keputusan, sementara 4 paradigma pengambilan keputusan membantu kita memahami berbagai sudut pandang yang harus dipertimbangkan. Prinsip-prinsip pengambilan keputusan menawarkan landasan moral dan etika yang harus diterapkan, sedangkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan memberikan prosedur sistematis untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah bijaksana dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal-hal yang menurut saya di luar dugaan termasuk kompleksitas dan kedalaman interaksi antara prinsip-prinsip etika dan paradigma pengambilan keputusan dalam praktek sehari-hari, serta tantangan nyata dalam menerapkan langkah-langkah tersebut secara konsisten dalam situasi yang penuh tekanan.

Sebelum mempelajari modul ini, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema, tetapi biasanya pendekatan yang saya gunakan lebih bersifat intuitif dan kurang terstruktur. Pengalaman tersebut sering kali melibatkan pertimbangan langsung terhadap nilai-nilai pribadi dan dampak keputusan terhadap individu yang terlibat, tanpa mengikuti prosedur sistematis yang baku. Setelah mempelajari modul ini, saya menyadari adanya perbedaan signifikan dalam hal penerapan prinsip dan struktur yang lebih terperinci, seperti 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan serta pengujian keputusan. Modul ini mengajarkan pendekatan yang lebih komprehensif dan sistematis, memungkinkan saya untuk lebih efektif dalam menganalisis dilema etika, mempertimbangkan berbagai perspektif secara menyeluruh, dan memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip etika yang solid serta prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mempelajari konsep-konsep ini telah memberikan dampak yang signifikan pada cara saya dalam mengambil keputusan. Sebelum mengikuti pembelajaran modul ini, pendekatan saya dalam pengambilan keputusan sering kali bersifat intuitif dan berdasarkan pengalaman pribadi, dengan kurangnya struktur sistematis dalam menghadapi dilema etika. Setelah mempelajari modul ini, saya mengalami perubahan besar dalam cara saya mengatasi keputusan, dengan mengadopsi pendekatan yang lebih terstruktur dan berbasis prinsip. Saya kini lebih terampil dalam menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, memanfaatkan 3 prinsip etika yang mendasar, dan mengikuti 9 langkah pengambilan serta pengujian keputusan yang sistematis. Perubahan ini memungkinkan saya untuk menganalisis dilema secara lebih menyeluruh, mempertimbangkan berbagai perspektif secara objektif, dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berlandaskan pada prinsip etika yang kuat dan prosedur yang teruji, sehingga meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas dalam setiap keputusan yang saya buat.

Mempelajari topik modul ini sangat penting baik bagi saya sebagai individu maupun sebagai pemimpin. Sebagai individu, pemahaman tentang pengambilan keputusan dalam konteks dilema etika dan prinsip-prinsip moral memperkaya kemampuan saya untuk membuat keputusan yang lebih reflektif, adil, dan bertanggung jawab dalam berbagai aspek kehidupan pribadi dan profesional. Sebagai pemimpin, pengetahuan ini krusial karena memungkinkan saya untuk menerapkan pendekatan sistematis dalam menghadapi dilema etika, memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil mendukung kepentingan semua pihak yang terlibat dan berlandaskan pada prinsip-prinsip etika yang kuat. Dengan keterampilan ini, saya dapat memimpin dengan lebih efektif, menciptakan lingkungan yang positif dan kondusif, serta menumbuhkan kepercayaan dan integritas dalam tim atau komunitas yang saya pimpin.

 

Demikian rangkuman koneksi antar materi yang dapat Saya tuliskan. Diharapkan para pembaca meluangkan waktu untuk dapat memberikan umpan balik terkait proses berpikir Saya. Terima kasih. Mari TERGERAK…BERGERAK…..MENGGERAKKAN…..


Tuesday, July 23, 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3. COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

A. PEMIKIRAN REFLEKTIF TERKAIT PENGALAMAN BELAJAR

SUPERVISI AKADEMIK DENGAN PENDEKATAN COACHING

    Dalam modul 2.3, saya mempelajari supervisi akademik yang berfokus pada pengembangan kompetensi individu di sekolah. Pendekatan yang digunakan dalam supervisi ini adalah coaching, yang didasarkan pada tiga prinsip utama: kemitraan, proses kreatif, dan optimalisasi potensi.

Prinsip-Prinsip Coaching

1. Kemitraan

    Coaching dibangun di atas dasar hubungan kemitraan yang setara antara coach dan individu yang dibimbing, di mana keduanya bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Proses Kreatif

    Coaching mendorong individu untuk berpikir kreatif dan menemukan solusi inovatif untuk tantangan yang dihadapi.

3. Maksimalisasi Potensi

    Tujuan utama dari coaching adalah untuk membantu individu mencapai potensi penuh mereka, baik dalam hal keterampilan profesional maupun personal.

Kompetensi Inti dalam Coaching

Untuk menjadi coach yang efektif, ada beberapa kompetensi inti yang harus dimiliki:

1. Kehadiran Penuh (Presence)

    Seorang coach harus sepenuhnya hadir dalam setiap sesi, memberikan perhatian penuh dan mendukung individu yang dibimbing.

2. Mendengarkan Aktif

    Coach harus mampu mendengarkan dengan seksama, memahami konteks, dan menangkap esensi dari apa yang disampaikan.

3. Mengajukan Pertanyaan Berbobot

    Coach harus mampu mengajukan pertanyaan yang mendalam dan bermakna, yang dapat mendorong refleksi dan pemikiran kritis.

Alur Percakapan Berbasis Coaching TIRTA

Percakapan berbasis coaching mengikuti alur TIRTA yang terdiri dari:

1. Tujuan

    Menetapkan tujuan yang jelas dan spesifik untuk sesi coaching.

2. Identifikasi

    Mengidentifikasi tantangan, peluang, dan sumber daya yang relevan untuk mencapai tujuan.

3. Rencana Aksi

    Mengembangkan rencana aksi yang konkret dan realistis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4. Tanggung Jawab

    Menetapkan tanggung jawab dan akuntabilitas untuk melaksanakan rencana aksi tersebut.

Tahapan Supervisi Akademik

Supervisi akademik melibatkan tiga tahapan utama:

1. Pra Observasi (Perencanaan) 

    Tahap ini melibatkan perencanaan dan persiapan sebelum observasi dilakukan. Ini termasuk menetapkan tujuan observasi dan menyusun rencana tindakan.

2. Observasi (Pelaksanaan)

    Pada tahap ini, observasi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun, dengan fokus pada mengumpulkan data dan informasi yang relevan.

3. Pasca Observasi (Tindak Lanjut) 

    Setelah observasi, dilakukan tindak lanjut yang melibatkan analisis data yang dikumpulkan, serta memberikan umpan balik dan dukungan untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut.

Dengan pendekatan coaching yang tepat, supervisi akademik dapat menjadi alat yang efektif untuk mengembangkan kompetensi diri dan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.


EMOSI-EMOSI YANG DIRASAKAN
TERKAIT PENGALAMAN BELAJAR

1. Cemas

    Sebelum mengetahui isi materi dalam modul ini, saya sedikit cemas karena khawatir tidak mampu dalam memahami dan mengaplikasikannya.

2. Tertarik

    Setelah mempelajari dalam eksplorasi konsep, saya mulai tertarik untuk mendalami isi dari modul ini.

3. Senang

    Saya merasa senang ketika mampu  melakukan praktik coaching bersama rekan CGP dalam ruang kolaborasi dan demonstrasi kontekstual

4. Optimis

    Saya optimis untuk mampu mengaplikasikannya disekolah tempat saya mengajar

APA YANG SUDAH BAIK TERKAIT KETERLIBATAN DIRI  DALAM  PROSES BELAJAR

    Saya merasa telah melakukan beberapa hal dengan baik yang berkaitan dengan keterlibatan diri dalam proses belajar, khususnya dalam konteks praktik coaching menggunakan alur TIRTA dan prinsip-prinsip coaching. Berikut adalah beberapa pencapaian saya:

  1. Kolaborasi Efektif dengan Rekan CGP:

    • Saya berhasil bekerja sama dengan rekan-rekan sesama Calon Guru Penggerak (CGP) saat mempraktikkan proses coaching. Kolaborasi ini berjalan dengan baik, memungkinkan kami untuk berbagi ide, saling memberi umpan balik, dan belajar dari pengalaman masing-masing.
  2. Praktik Coaching Menggunakan Alur TIRTA:

    • Saya mampu mengikuti alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, Tanggung Jawab) secara konsisten dalam sesi coaching. Ini membantu dalam memastikan bahwa setiap sesi coaching terstruktur dengan baik dan berfokus pada hasil yang diinginkan.
  3. Penerapan Prinsip-Prinsip Coaching:

    • Saya menerapkan prinsip-prinsip coaching seperti kemitraan, proses kreatif, dan maksimalisasi potensi dalam setiap sesi. Hal ini membantu menciptakan lingkungan yang mendukung dan memberdayakan bagi coachee.
  4. Peran yang Fleksibel dalam Ruang Kolaborasi:

    • Saya berhasil berperan dengan baik sebagai coach, coachee, dan observer dalam berbagai sesi. Fleksibilitas ini membantu saya memahami proses coaching dari berbagai perspektif dan meningkatkan keterampilan saya secara menyeluruh.
      • Sebagai Coach: Saya fokus pada mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan berbobot, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.
      • Sebagai Coachee: Saya terbuka terhadap umpan balik, reflektif, dan proaktif dalam mengidentifikasi serta merencanakan tindakan untuk mencapai tujuan.
      • Sebagai Observer: Saya memberikan observasi yang obyektif dan memberikan umpan balik yang berharga untuk membantu rekan-rekan saya berkembang.

APA YANG PERLU DIPERBAIKI TERKAIT DENGAN
KETERLIBATAN DIRI DALAM PROSES BELAJAR

    Yang perlu diperbaiki adalah kemampuan dalam mengajukan atau membuat pertanyaan berbobot agar dapat menggali informasi permasalahan pada diri coachee sehingga dapat menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi serta kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik.

KETERKAITAN TERHADAP KOMPETENSI DAN KEMATANGAN DIRI PRIBADI

    Setelah saya mempelajari modul 2.3 tentang coaching dalam supervisi akademik, kompetensi saya sedikkt mulai berkembang ditandai dengan kemampuan untuk mempraktikan proses coaching menggunakan alur TIRTA baik sebagai coach, coachee, maupun observer. Saat saya mempraktikan proses coaching, saya harus mampu mengendalikan diri dari asumsi-asumsi pribadi dan rasa emosi sehingga muncul kematangan berpikir dan bertindak agar sesuai dengan prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif. dan memaksimalkan potensi.

B. ANALISIS UNTUK IMPLEMENTASI DALAM KONTEKS CGP 

MEMUNCULKAN PERTANYAAN KRITIS YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KONSEP MATERIDAN MENGGALINYA LEBIH JAUH

    Bagaimana agar prinsip coaching dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi di sekolah? Prinsip coaching dapat diterapkan jika kepala sekolah memiliki pengetahuan tentang coaching dalam supervisi akademik dan mau mengaplikasikannya. Kegiatan supervisi jangan hanya bertujuan sebagai bagian penilaian guru saja. namun supervisi harus dijadikan sebagai cara untuk meningkatkan kompetensi akademik guru sehingga tidak hanya melakukan observasi kelas saja tapi harus ada percakapan pra observasi dan pasca observasi. Dalam percakapan pra observasi kepala sekolah harus mendiskusikan perencanaan yang akan dilakukan oleh guru, sedangkan saat pasca observasi kepala sekolah memberikan umpan balik/tindak lanjut terkait pelaksanaan observasi kelas yang dilakukan guru.

MENGOLAN MATERI YANG DIPELAJARI DENGAN PEMIKIRAN
PRIBADI SENINGGA TERGALI WAWASAN (INSIGHT) BARU

    Coaching dalam supervisi akademik dapat berpengaruh dalam terwujudnya pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran yang berpihak pada murid adalah hal yang sangat penting untuk diterapkan dalam lingkungan sekolah. Agar dapat terwujud pembelajaran yang berpihak pada murid maka guru harus memiliki kompetensi menjadi pemimpin pembelajaran. Menjadi pemimpin pembelajaran harus memahami perkembangan murid secara menyeluruh, tidak hanya aspek kognitif saja namun juga harus memahami karakter dan sosial emosional murid, dengan demikian tujuan coaching dalam supervisi akademik untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat meningkatkan kinerja dan terwujudnya pembelajaran yang berpihak pada murid.


MENGANALISIS TANTANGAN YANG SESUAI DENGAN KONTEKS
ASAL CGP (BAIK TINGKAT SEKOLAH MAUPUN DAERAH)

1. Tantangan terberat adalah menyeragamkan pemahaman tentang coaching dalam supervisi akademik kepada komunitas sekolah.

2. Supervisi akademik masih menjadi sebuah hal yang mengkhawatirkan bagi sebagian teman sejawat meskipun kepala sekolah sudah melakukan teknik coaching dengan akur tirta.

MEMUNCULKAN ALTERNATIF SOLUSI TERHADAP
TANTANGAN YANG DIIDENTIFIKASI

1. Alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan sosialisasi kepada seluruh komunitas sekolah saat kegiatan rapat guru agar terjadi penyeragaman persepsi tentang makna supervisi akademik.

2. Solusi selanjutnya adalah dengan memberikan pemahaman kepada rekan sejawat bahwa kegiatan supervisi akademik bukan hanya fokus pada penilaian kinerja namun pada peningkatan kemampuan diri kita sebagai guru

C. MEMBUAT KETERHUBUNGAN

PENGALAMAN MASA LALU

    Saya sering di supervisi oleh kepala sekolah namun membuat saya khawatir dan sedikit cemas karena berpikir bahwa supervisi yang dilakukan adalah untuk melakukan penilaian kinerja saya. Saya merasa bahwa supervisi yang dilakukan hanya berfokus untuk mengetahui kemampuan saya dalam mengajar. Saya tidak memahami bahwa supervisi yang dilakukan berbasis pengembangan kemampuan dan potensi yang saya miliki serta refleksi terkait proses pembelajaran yang telah saya lakukan.

PENERAPAN DI MASA MENDATANG   

    Kedepan kegiatan supervisi harus dijadikan salah satu bagian dalam peningkatan kompetensi guru dalam bidang akademik dengan menggunakan prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif. dan memaksimalkan potensi.

KONSEP ATAU PRAKTIK BAIK DARI MODUL LAIN YANG TELAH DIPELAJARI

Modul 2.1 Dalam pembelajaran berdiferensiasi, siswa dikelompokkan berdasarkan kebutuhan belajarnya untuk mengoptimalkan potensi mereka. Demikian pula, dalam praktik coaching, tujuan utamanya adalah memaksimalkan potensi coachee sehingga mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk masalah yang dihadapi.

Modul 2.2 Dalam pembelajaran sosial emosional, teknik STOP dan mindfulness digunakan untuk menciptakan suasana yang kondusif. Teknik ini juga penting dalam coaching, di mana seorang coach harus menerapkannya untuk menjaga fokus dan kehadiran penuh selama proses coaching.


INFORMASI YANG DIDAPAT DARI ORANG ATAU SUMBER LAIN DILUAR BAHAN AJAR PGP

    Supervisi akademik dengan coaching model TIRTA dapat menjadi strategi inovatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran disekolah. Supervisi akademik yang dilakukan melalui proses bimbingan dari coach atau kepala sekolah terhadap coachee atau guru melalui alur percakapan TIRTA mampu membuat guru nyaman dalam mengidentifikasi kekurangan dan potensi yang dimiliki untuk dapat dimaksimalkan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

SETIANINGSIH, E., & HANIF, M. . (2024). SUPERVISI AKADEMIK DENGAN COACHING MODEL TIRTA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN DI SEKOLAH. EDUCATIONAL : Jurnal Inovasi Pendidikan & Pengajaran 4(2), 60-70. https://doi.org/10.51878/educational.v4i2.2891

diakses pada tanggal 23 Juli 2024

Tuesday, June 11, 2024

Tugas Aksi Nyata Modul 1.4. Budaya Positif || CGP Angkatan 10 Kabupaten Siak




Assalamualaikum...

Salam Guru Penggerak

Berikut salah satu tugas pendidikan guru penggerak pada modul 1.4 budaya positif. Peserta diminta untuk mendiseminasikan pemahaman terkait budaya positif dengan rekan guru.

Bapak ibu guru yang ingin menjadikan referensi dapat langsung klik pada bagian video di atas atau klik link berikut : 

https://youtu.be/X9Lokw51_zE

 Terima kasih semoga bermanfaat





Monday, September 19, 2022

BEST PRACTICES BUADANANI

 

LK 3.1 MENYUSUN BEST PRACTICE 


Oleh:

Buadanani

 

 

 

 

PPG DALAM JABATAN  KATEGORI 1

UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE

2022

 

Pendekatan Saintifik Terintegrasi Project Based Learning (PJBL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Ekspresif  pada Anak Usia 5 – 6 Tahun  di  TK Negeri Pembina Kandis Kabupaten Siak Provinsi Riau

 

Lokasi

TK Negeri Pembina Kandis-Kabupaten Siak-Riau

Lingkup Pendidikan

PAUD

Tujuan yang ingin dicapai

Mengembangkan kemampuan berbahasa ekspresif pada Anak usia 5 -6 Tahun di TK Negeri Pembina Kandis Kabupaten Siak Provinsi Riau

Penulis

Buadanani

Tanggal

18 September 2022

Situasi:

Kondisi yang menjadi latar belakang masalah, mengapa praktik ini penting untuk dibagikan, apa yang menjadi peran dan tanggung jawab anda dalam praktik ini.

 

Keterampilan berbahasa sangat dibutuhkan bagi semua individu. Peserta didik merupakan individu yang tentunya membutuhkan komunikasi dengan orang-orang  disekitar.   Hal ini disebabkan keterampilan berbahasa merupakan modal untuk mengembangkan kemampuan intelektual, sosial dan karakter peserta didik. Bahasa ekspresif merupakan bagian dari kemampuan berbahasa yang berpengaruh secara signifikan pada perkembangan peserta didik. Bahasa ekspresif merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya. Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila seseorang mengadakan hubungan dengan orang lain (Sari, F., Suardana, I. M., & Zainuddin, M,  2020). Anak yang sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempunyai makna, sehingga anak harus mampu mengolah kalimat sederhana untuk membantu mereka dalam berkomunikasi dengan orang lain. Mulai  dari  melakukan  interaksi  satu  sama  lain,  melakukan  pembelajaran  dan perkembangan(Eliza, 2021).

Menurut Heriana, H., Herman, H., & Zainuddin, I. (2021) Kemampuan berbahasa anak merupakan hal penting dalam melakukan kegiatan bermain pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini pada pasal 5 tertulis bahwa program pengembangan bahasa mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya kematangan bahasa dalam konteks bermain.

 

Sebagai pendidik yang merupakan pelaksana dalam proses pembelajaran, tentunya memiliki peranan dan tanggung jawab untuk melakukan perubahan metode ataupun pendekatan dalam proses pembelajaran. Pendidik dapat menerapkan strategi pembelajaran bervariasi yang menunjang kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan pada peserta didik. Berbagai strategi pembelajaran dapat diterapkan diiantaranya adalah pendekatan saintifik. Penerapan pembelajaran saintifik pada anak usia dini mengubah paradigma dari teacher center menjadi student center. Peserta didik tidak lagi dianggap sebagai tokoh pasif yang hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh pendidik. Namun peserta didik mendapatkan kesempatan untuk luwes dan aktif dalam proses pembelajaran.

Project Based Learning adalah pendekatan pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip contructivis, problem solving, inquiri riset, integrated studies dan menekankan pada aspek kajian teoritis dan aplikasi (Sari & Zulfah, 2017). Project Based Learning merupaka model pembelajaran yang diawali dengan tahapan mengumpulkan informasi berupa gagasan dan pertanyaan anak-anak sesuai dengan topik yang dipilih lalu dikembangkan menjadi kegiatan belajar dan eksplorasisehingga adanya kegiatan komunikasipadapeserta didik.

 

Berawal dari identifikasi masalah yang terjadi pada proses pembelajaran yaitu ditemukan minimnya kemampuan berbahasa ekspresif pada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran hal ini dikarenakan beberapa hal yaitu metode pembelajaran yang digunakan guru kurang variatif dan inovatif menjadikan proses belajar mengajar menjadi beban yang memberatkan bagi peserta didik. Hal tersebut ditandai dengan tidak tersedianya kegiatan main yang menfasilitasi peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan berbahasa ekpresif, kegiatan main yang disediakan lebih dominan pada mengerjakan lembar kerja dan tidak adanya pemberian waktu khusus  untuk menceritakan hasil karya yang telah dibuat.

 

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penting adanya dilakukan perbaikan terkait  permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu dipandang perlu untuk melakukan praktik dengan judul “Pendekatan Saintifik Terintegrasi Project Based Learning (PJBL) dalam Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Ekspresif  pada Anak Usia 5 – 6 Tahun  di  TK Negeri Pembina Kandis Kabupaten Siak Provinsi Riau”

Tantangan :

Apa saja yang menjadi tantangan untuk mencapai tujuan tersebut? Siapa saja yang terlibat,

 

 

Untuk mencapai tujuan praktik dalam mengembangkan kemampuan berbahasa ekspresif melalui pendekatan saintifik paa anak usia 5 – 6 tahun di TK Negeri Pembina Kandis Kabupaten Siak Provinsi Riau terdapat beberapa tantangan. Beberapa tantangan tersebut dapat  dituliskan sebagai berikut :

1.      Bagaimana menyusun kegiatan main menyenangkan yang dapat mengoptimalkan kemampuan berbahasa ekspresif  pada peserta didik.

2.      Media apa yang menarik dalam mengembangkan kemampuan berbahasa ekspresif pada peserta didik.

3.      Metode pembelajaran apa yang digunakan dalam mengembangkan kemampuan berbahasaekspresif pada peserta didik.  

 

Untuk menjawab tantangan tersebut, maka perlu adanya masukan dan saran dari berbagai pihak. Adapun pihak yang terlibat adalah : orangtua peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, kepala sekolah, pengawas, pakar yang ahli dibidang pendidikan anak usia dini (dosen ,praktisi), dosen pengampu dan guru pamong serta teman-teman mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan angkatan 1 Universitas Khairun Ternate.

 

 

Aksi :

Langkah-langkah apa yang dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut/ strategi apa yang digunakan/ bagaimana prosesnya, siapa saja yang terlibat / Apa saja sumber daya atau materi yang diperlukan untuk melaksanakan strategi ini

 

 

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghadapi tantangan dan mencapai tujuan yaitu melakukan konsultasi dengan teman sejawat, kepala sekolah, pengawas dan pakar. Konsultasi dilakukan dengan melakukan wawancara. Selain itu penulis juga melakukan kajian literatur terkait permasalahan yang dihadapi, menganalisis hasil wawancara dan kajian literatur sehingga memperoleh kesimpulan solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan.

 

Setelah memperoleh solusi untuk melaksanakan aksi maka penulis menyusun rencana aksi berupa perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Adapun topik (Tema/sub tema/sub-sub tema) pada aksi ini adalah tanaman buah pisang.

 

Strategi  yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu menggunkan pendekatan SAINTIFIK dengan mengintegrasikan model pembelajaran PJBL (Project Bassed Learning) serta mengaitkan pembelajaran dengan TPACK menggunakan media audio visual, menghadirkan benda nyata terkait tema,  menciptakan kegiatan main yang mengakomodir agar adanya komunikasi yang maksimal antara guru dan peserta didik, menggunakan media tambahan berupa permainan tebak ekspresi wajah sehingga peserta didik termotivasi untuk berbicara ketika melihat media yang menarik berbentuk wajah.

 

Langkah Pendekatan Saintifik:

1.      Mengamati

Pada kegiatan ini, pendidik bersama dengan peserta didik mengamati video terkait topik serta mengamati benda asli yaitu buah pisang.

2.      Menanya

Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan apa yang telah diamati serta menstimulasi peserta didik untuk menanyakan topik kegiatan main yang akan dilakukan.

3.      Mengumpulkan Informasi

Peserta didik mencoba untuk mengumpulkan informasi terkait topik setalah melakukan kegiatan mengamati dan menanya. Menggabungkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang didapatkan.

4.      Mengasosiasikan

Anak mengasosiasikan pengetahuan yang telah diterima melalui kegiatan bermain yaitu : membuat sate pisang, menemukan huruf yang hilang untuk membentuk kata pisang, menghias pola daun dan buah pisang menggunakan cara kolase dengan bahan daun pisang berwarna coklat, kuning dan hijau.

5.      Mengkomunikasikan

Guru memberikan kesempatan kepada Anak untuk menampilkan dan mempresentasikan hasil proyek yang telah dibuat di depan kelas.

 

Langkah PJBL:

1.      Menentukan pertanyaan mendasar

Guru melakukan kegiatan tanya jawab terkait topik atau  tema pembelajaran.

2.      Mendesain Perencanaan Proyek

Tahap yang dilakukan pada saat ini adalah bersama-sama dengan peserta didik membahas terkait tata cara kegiatan permainan yang akan dilakukan.

3.      Menyusun Jadwal

Pendidik dan peserta didik menyusun jadwal dengan cara menentukan berapa kesempatan main dalam satu jenis kegiatan (4 orang dalam 1 jenis kegiatan) dan mebaca aturan bermain bersama-sama.

4.      Memonitor Kemajuan Proyek

Pendidik melakukan pendampingan selama peserta didik mengerjakan kegiatan main dengan mengajak berkomunikasi seperti “ apa rencana warna yang digunakan untuk kolase?, “ mau memilih pola yang mana?”, “menggunakan jenis pisang apa untuk membuat sate pisangnya?

5.      Menguji Hasil

Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menceritakan langkah-langkah dalam membuat proyek seperti bagaimana cara membuat sate pisang.

6.      Evaluasi Pengalaman

Pada langkah ini, pendidik merefleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan memberikan pertanyaan 5 W + 1 H.

 

Untuk mengembangkan bahasa ekspresif peserta didik memerlukan cara yang sesuai dengan tahap karakteristik  perkembangannya. Penulis menutup kegiatan pembelajaran dengan menggunakan permainan “ tebak ekspresi wajah” menggunakan media yang dibuat sendiri.

 

Dalam melakukan aksi tentu banyak sekali yang terlibat yaitu sebagai berikut:

1.      Peserta didik

2.      Orangtua Murid

3.      Pendidik (rekan sejawat)

4.      Tenaga Kependidikan

5.      Kepala Sekolah

Refleksi Hasil dan dampak

Bagaimana dampak dari aksi dari Langkah-langkah yang dilakukan? Apakah hasilnya efektif? Atau tidak efektif?  Mengapa? Bagaimana respon orang lain terkait dengan strategi yang dilakukan, Apa yang menjadi faktor keberhasilan atau ketidakberhasilan dari strategi yang dilakukan? Apa pembelajaran dari keseluruhan proses tersebut

 

Pelaksanaan aksi berdampak positif pada lingkungan sekitar. Adapun dampak dari aksi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1.      Bagi pendidik

Setelah menerapkan pembelajaran  pendekatan saintifik terintegrasi PJBL dalam mengembangkan kemampuan berbahasa ekspresif pada anak usia 5 – 6 tahun dengan hasil yang efektif. Menjadikan hal yang memotivasi pendidik untuk menerapkan pendekatan saintifik terintegrasi PJBL dalam mengoptimalkan aspek  perkembangan lainnya.

 

2.      Bagi Rekan Sejawat

Sebagai acuan dan inspirasi strategi dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas masing-masing.

 

3.      Bagi Peserta Didik

Peserta didik aktif berkomunikasi dalam proses pembelajaran. Hal tersebut terlihat peserta didik antusias untuk berbicara saat proses pembelajaran. Peserta didik berlomba-lomba untuk menyampaikan hasil yang telah diamati melalui adanya penggunaan TPACK (menggunakan laptop untuk menonton video terkait tema), peserta didik juga antusias untuk menceritakan langkah-langkah proyek yang telah dilakukan  “membuat sate pisang “ serta bergembira saat kegiatan bermain “tebak ekspresi wajah”.

 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aksi yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah dipandang efektif.

 

Keberhasilan dari aksi yang  telah dilakukan tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung. Adapun faktor pendukung keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung seperti adanya media (alat dan bahan) dalam proses pembelajaran.

2.      Pengetahuan

Pengetahuan yang telah didapatkan selama mengikuti pelaksanaan pendidikan profesi dalam jabatan telah mengantarkan penulis untuk dapat menyusun perangkat pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik terintegrasi PJBL. Penulis dapat menyusun sintaks sesuai dengan urutan dan dapat menerapkan dalam proses pelaksanaan pembelajaran.

3.      Pihak terkait

Kontribusi dari pihak terkait seperti  orangtua, peserta didik, rekan sejawat  dan kepala sekolah merupakan faktor yang sangat mempengaruhi berlangsungnya aksi yang dilakukan.

 

 

Respons dari lingkungan terkait aksi yang dilakukan adalah teman sejawat memberikan apresiasi dengan bersama-sama menonton kembali video yang telah diedit dan memperhatikan langkah-langkah pada proses pembelajaran yang tertulis pada video dan menyampaikan bahwa akan menjadi acuan, peserta didik merasa senang dengan penerapan strategi pembelajaran yang dilakukan ditunjukkan dengan sikapantusiasnya selama proses berlangsung.

 

Pembelajaran yang didapatkan dari keseluruhan proses adalah : Memahami bahwa penerapan strategi pembelajaran yang tepat seperti penggunaan model PJBL dan pendekatan saintifik serta mengaitkan pembelajaran dengan TPACK dapat menjadi alternatif bagi pendidik anak usia dini dalam menstimulasi perkembangan peserta didik termasuk kemampuan dalam mengungkapkan bahasa ekspresif.

 

 

 

 

 

 

 

Dokumentasi Pelaksanaan

Mengamati (Saintifik)



 


 

 

 

 

 

 

 


Menanya (saintifik) / Menentukan Pertanyaan Mendasar (PJBL)



 

 

 

 

 


Mengumpulkan Informasi

 


 

 

 

 

 

 

 


Mendesain Jadwal (PJBL)




 

 

 

 

 

 

 

 


Mengasosiasikan pengetahuan melalui kegiatan bermain (saintifik) /  Memonitor Kemajuan Proyek (PJBL)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Mengkomunikasikan (Saintifik) / Menguji Hasil (PJBL)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Bermain “Tebak Ekspresi Wajah”

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Referensi:

Sari, F., Suardana, I. M., & Zainuddin, M. (2020). Pengaruh Pendekatan Saintifik terhadap Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Kelompok B. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan5(4), 498-502. http://dx.doi.org/10.17977/jptpp.v5i4.13368

Sari, A. Y., & Zulfah, U. (2017). Implementasi pembelajaran project based learning untuk anak usia dini. MOTORIC1(1), 10-10. https://doi.org/10.31090/paudmotoric.v1i1.547

Heriana, H., Herman, H., & Zainuddin, I. (2021). Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Melalui Metode Pendekatan Saintifik Pada Kelompok B TK Runiah School Makassar. Jurnal Profesi Kependidikan2(1 Apr). https://ojs.unm.ac.id/JPK/article/view/27191

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini

Eliza, D. (2021). Pelaksanaan Perkembangan Bahasa pada Balita di Taman Penitipan Anak Twin Course Pasaman Barat. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 647-650. https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/download/1001/898